|
Pic : www.solusisupersukses.com |
Assalamu alaikuum warahmatullahi wabarakatuh, teman-teman semua.
Selamat berpuasa. Semoga ibadah yang kita jalankan berkah. Aamiin.
Saatnya
publish tulisan bertema nih pemirsah. Yang menjadi
Trigger tulisan bertema di
Be Molulo kali ini adalah Jenk
Ririn. Dia mengangkat tema tentang kegagalan terpahit yang pernah kita lewati dalam hidup ini.
Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan yang dirasa paling menyakitkan, paling pahit, dan paling buruk. Ada yang pasrah dan tidak melakukan apa-apa untuk memperbaikinya, ada pula yang bangkit, berusaha memperbaiki segalanya dan menjadikan hal buruk itu sebagai pelajaran di masa mendatang.
Bicara soal pengalaman yang paling pahit dan sangat menyakitkan saya mempunyai banyak hal menyakitkan yang pernah dilalui. Baik itu dalam urusan pendidikan, lingkungan kost saat kuliah, lingkungan kerja maupun urusan asmara. Tapi kali ini saya akan membahas kegagalan saya saat kuliah.
Jika diceritakan semua mungkin akan sangat panjang. Sehari tidak akan cukup. Jadi, saya akan singkat saja, hanya garis besarnya saja.
Yukz mulai.
💚 Masa-masa SD sampai SMA.
Saya tidak melalui bangku TK. Saya langsung masuk SD. Tapi jangan salah, meskipun tidak TK saya belajar kok di rumah. Bapak mengajar saya membaca, menulis dan Matematika. Jadi saat masuk SD saya sudah pandai membaca, menulis rapi, penjumlahan dan pengurangan.
Sejak SD sampai SMA saya sudah terbiasa dengan peringkat 1. Oh iya, saya pernah peringkat 2 saat kelas 6 SD Cawu 1. Tau apa yang terjadi? Setelah rapor diterima, saya pulang menangis sejadi-jadinya karena hal itu. Kemudian saya kembali belajar giat untuk memperoleh kembali gelar ranking 1.
Dan saya berhasil meraihnya kembali.
Saya ingat saat masih SMP, tiap kali ulangan Matematika saya selalu disuruh duduk terpisah dari teman-teman. Saya duduk di bangku guru dengan alasan agar teman-teman tidak ada yang nyontek jawabanku. Hal ini karena tiap ulangan mejaku selalu full oleh teman-teman yang meminta jawaban.
Saya semakin yakin dengan kemampuanku saat SMA. Saya dipilih untuk mewakili sekolah dalam lomba olimpiade Matematika tingkat SMA se-kabupaten Konawe dan saya berhasil meraih juara 1. Juara 2 dan 3 juga berasal dari sekolah kami.
Maaf, bukannya pamer atau sombong. Tidak sama sekali. Maafkan jika kalian merasa saya seperti itu. Jadi saya cuma mau bilang bahwa sejak SD sampai SMA saya sama sekali tidak menemui hambatan dalam belajar. Semua berjalan mulus. Saya tidak pernah gagal.
💚 Masa Kuliah
Saat-saat terakhir SMA saya mengurus bebas tes pada 3 program studi keguruan, pada salah satu Universitas Negeri ternama di Kendari. Yaitu, Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, dan Pendidikan Bahasa Inggris. Tapi, saya malah lulus di program baru "Kesehatan Masyarakat". Karena tidak ada minat dan bakat di jurusan itu saya memutuskan untuk ikut tes SPMB. Saya masih memilih program studi yang sama seperti sebelumnya, cuma posisinya saja yang saya ganti. Pilihan pertama Pendidikan Bahasa Inggris, diikuti Pendidikan Matematika dan Pendidikan Fisika. Saya lulus di pilihan pertama; Pendidikan Bahasa Inggris. Di sanalah saya bertemu
Ririn,
Diah,
Irly, dan
Ipeh karena kami kuliah di program studi yang sama.
Saat kuliah juga saya rasa baik-baik saja. Semua berjalan lancar. Alhamdulillah IPK tiga koma sekian-sekian. Yaa meskipun tidak mencapai empat, hehehe.
Semester 6 teman-teman sudah mulai memikirkan judul Skripsi sedangkan saya masih memfokuskan pikiran ke mata kuliah. Saya sama sekali tidak memikirkan judul skripsi. Saya pikir saya mampu kok memilih judul skripsi dalam waktu singkat, jadi nanti saja. Saya terlalu percaya diri. Karena selama ini semuanya berjalan mulus membuat saya tidak pernah menyangka akan mengalami yang namanya kegagalan saat kuliah. Hufft.
Ternyata saya salah.
Kakak-kakakku menyarankan agar saya mulai menyusun proposal penelitian sebelum saya KKP (Kuliah Kerja Profesi). Agar saya bisa sambil penelitian saat KKP atau mungkin setelahnya. Hal ini karena pada umumnya mahasiswa mulai malas ke kampus setelah KKP apalagi jika mata kuliah sudah tidak ada sama sekali. Tapi, sekali lagi saya cuek dengan saran itu. Judul skripsi sama sekali tidak ada dalam pikiranku. Saya berangkat KKP tanpa menyusun proposal penelitian padahal semua mata kuliah sudah selesai saya program.
Setelah KKP, saya liat teman-teman sibuk menyusun proposal. Taman Baca Jurusan Bahasa dan Seni selalu penuh. Saya juga ada di sana bersama teman-temanku. Mereka sibuk membaca buku, jurnal, skripsi dan berbagai macam bahan bacaan lainnya yang bisa dijadikan referensi tulisan mereka sementara saya hanya duduk memandang mereka.
Saya benar-benar bingung harus menulis apa. Judul saja saya belum punya. Gimana mulainya? Ternyata dugaan saya salah.
Memilih judul itu tidak mudah. Dan saya sudah sangat menyia-nyiakan waktu untuk itu.
Saat sebagian teman sudah mulai seminar hasil, seminar skripsi, bahkan ada yang sudah wisuda, saya baru mulai menyusun proposal. Yang membuat saya semakin malas bergerak adalah salah satu dosen pembimbingku lama menyimpan proposalku di rumahnya. Sementara pembimbing yang lain tidak mau memeriksa sebelum pembimbing I tanda tangan. Sudah sebulan beliau belum memeriksa sama sekali. Masuk di bulan ke dua, beliau cuma membaca sekejab, tanpa koreksi dan langsung tanda tangan.
Saya pun kemudian membawa proposal itu pada pembimbing II. Ternyata, koreksi sangat banyak. Saya akhirnya mulai memperbaiki. Dua minggu kemudian saya serahkan lagi pada P. II. Dan tau apa yang terjadi? P II malah menyuruh saya untuk mengganti desain penelitian.
Desain pertama saya adalah descriptive qualitative. Memang sih desain ini sangat mudah. Tidak ada tantangannya. P-II lalu meminta saya untuk mengganti desain yang saya pilih. Dari descriptive qualitative menjadi quasi experiment. Akhirnya saya mulai mempelajari lagi tentang quasi experiment karena desain tersebut memakai rumus statistik. Dua minggu saya pelajari desain tersebut. Bahkan saya sengaja memanggil anak pak RT yang rumahnya berada tepat di belakang kost-ku untuk mengajar saya membaca tabel T. Kebetulan dia kuliah di jurusan Statistik di Universitas yang sama denganku. Oh ya sekarang dia sudah bekerja sebagai ASN di BPS Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lanjut yaa...
Saya juga mempelajari true experimental design. Juga pakai rumus statistik. Tapi desain ini pakai control class sehingga sedikit memakan waktu. Tapi, hasilnya akan lebih akurat dibanding dengan quasi experiment.
Saya pun mulai menyusun proposal dengan desain yang baru, yaitu quasi experiment. Lalu saya kembali menemui dosen pembimbing II untuk berkonsultasi. Saat itu beliau bertanya padaku apa perbedaan antara quasi experiment dan true experimantal design serta apa kekurangan dan kelebihan dari masing-masing desain tersebut. Saya pun menjelaskan. Dan jelas bahwa true experimental design jauh lebih baik dari quasi experiment. Pembimbing II-ku pun kembali meminta saya untuk mengganti desain penelitian. Dengan sangat kecewa saya balik ke kost.
Dalam perjalanan hampir saja saya menangis. Kenapa sih tidak sejak awal saja pak P. II menyarankan saya untuk mengambil true experimental design agar saya tak perlu buang-buang waktu untuk menulis quasi experiment? Tapi saya berpositif thinking karena pada akhirnya saya menguasai tiga jenis design penelitian bahasa.
Baiklah. Dengan semangat saya pun kembali menyusun proposal dengan desain yang baru. True experimental design adalah desain ke tiga yang saya gunakan. Selesai menyusun saya kembali lagi menemui P II. Tau apa yang terjadi teman-teman? P II ku itu berkata:
"Sebenarnya ada desain penelitian yang paling bagus. Action Research. Desain ini kelihatannya sulit. Tapi sesungguhnya inilah yang paling mudah dengan hasil yang paling baik".
Deerrr.... Saya mulai deg-degan tak karuan. Secara tidak langsung saya disuruh mengganti desain penelitian lagi. Lagi? Tenaga dan pikiranku untuk menulis proposal sudah hampir habis. Sekarang harus ganti desain lagi? Harus memulai lagi? Menurutku Action Research itu sulit sekali dan saya sangat tidak paham soal desain tersebut. Sepanjang perjalanan pulang dari kampus ke kost saya menangis. Bertanya-tanya kenapa sulit sekali untuk selesai kuliah? Masih dalam perjalanan saya menelpon mama. Saya bilang bahwa saya tidak sanggup lagi. Saya ingin berhenti saja.
Mama memberi semangat. Katanya saya jangan mudah menyerah. Saya pasti bisa.
Tapi sumpah, saya sendiri sudah tidak yakin. Ide-ide dalam kepalaku sudah hilang. Kenapa sih tidak sejak awal P II ku tersebut menyarankan saya untuk mengambil Action Research? Kenapa baru sekarang saat waktu sudah terbuang untuk menyusun 3 jenis desain penelitian dan ini adalah desain ke-4? Semangat untuk menulis sudah habis. Akhirnya proposal itu saya biarkan saja. Saya tidak membaca referensi apapun. Berbulan-bulan saya membiarkannya begitu saja.
Teman-temanku di kampus semakin berkurang. Mereka sudah wisuda. Tinggal beberapa saja yang masih berusaha besamaku. Hingga suatu hari, semangat menulis itu datang lagi. Saya bisa menyelesaikan proposal penelitianku dengan desain Action Research dan akhirnya saya pun bisa seminar proposal.
Setelah itu saya langsung turun penelitian.
Usai penelitian saya pun mulai mengolah data. Data mentah berupa nilai dan aktivitas siswa serta guru saya olah langsung di laptop. Saya tidak menulisnya terlebih dahulu di buku catatan atau semacamnya. Jadi tidak ada backup data sama sekali. Malang tak dapat ditolak. Saat hasil penelitian sudah siap dicetak, laptop itu malah rusak. Semua file hilang. Termasuk hasil penelitianku. Saya stres minta ampun. Kesempatan di kampus sudah mulai habis sementara data hasil penelitian yang sudah saya susun hilang tak berbekas. Emang sih data mentah masih ada. Tapi, ide-ide yang ada di kepalaku semua sudah saya tuangkan ke tulisan yang hilang itu. Sekarang tidak ada ide lagi. Jikapun saya mulai menulis, hasilnya tidak akan sama seperti sebelumnya.
Ketua program studi tidak mau tahu soal itu. Jika saya tidak berhasil mengikuti seminar saat itu maka saya harus pindah ke Univ lain sebab kesempatan yang diberikan oleh pihak kampus sudah habis.
Saya pun pasrah. Sepertinya bukan rezeky saya untuk menjadi seorang Sarjana. Biarlah, tak mengapa. Meskipun saya tidak memiliki ijazahnya toh ilmunya sudah saya peroleh. Tapi, Kakak tertuaku tidak setuju dengan keputusanku untuk pasrah. Kami semua bersaudara harus Sarjana. Termasuk saya. Kakak menyuruh saya untuk mengurus surat pindah.
Saya sangat stres. Tapi mau gimana lagi, sudah tak ada jalan. Akhirnya dengan tenaga tersisa saya pun mengurus surat pindah. Saya bahkan sudah mengunjungi Univ baru yang akan saya tuju.
Di hari saya akan mengambil surat pindah dari Univ lama, sesuatu hal tak terduga terjadi. Saat saya sedang berjalan kaki menuju kantor dekan untuk mengambil surat pindah yang sudah ditandatangani oleh Dekan, Pak Dekan yang saat itu sedang berdiri di teras tepat di depan gedung kantornya memanggil saya.
Dia bertanya apakah saya mau pindah. Saya jawab iya. Dia marah. Dia bilang bahwa surat pindah yang saya ajukan sudah dia sobek kemarin. Katanya masih ada jalan keluar agar saya bisa menyelesaikan kuliah di Univ lama tersebut. Saya merasa sangat kaget sekaligus gembira. Alhamdulillah. Semoga pak Dekan dan keluarganya selalu dalam lindungan Allah Subhanu Wa Ta'ala. Aamiin.
Teman-teman tidak tahu betapa kerasnya saya berjuang di kampus itu. Belum lagi menjadi korban perasaan saat ketua program studi menghindar karena tidak mau menemui saya. Bagaimana saya harus main petak-umpet dengan beliau, bersembunyi di balik tembok saat beliau hendak membuka ruangannya karena mengira saya sudah pergi dan secepat kilat saya menggampiri agar bisa ikut masuk ke ruangannya. Dan ternyata itu adalah cara beliau mengujiku, sebesar apa usaha dan kesungguhannku untuk menyelesaikan pendidikan di kampus tersebut.
Saya terus berjuang di kampus itu. Saya hilangkan rasa malu. Yang saya ingat hanyalah orang tua dan keluarga, betapa besarnya biaya yang telah mereka keluarkan dan saya harus berhasil.
Dan Alhamdulillah, atas izin Allah SWT, dengan kesungguhan dan kerja keras akhirnya saya pun berhasil menyelesaikan kuliah di Universitas tersebut.
Saya pengen bilang ke adik-adik yang mungkin membaca tulisan saya ini bahwa jangan terlalu percaya diri dengan kemampuan yang kita miliki selama ini. Secerdas apapun kita, sebanyak apapun ilmu yang kita miliki, kita tetap harus belajar. Dan, sedalam apapun kita terjatuh, kita harus berusaha, terus berjuang untuk bangkit dan memperbaiki segalanya.
Mungkin teman-teman punya pengalaman gagal dan bagaimana cara kalian bangkit, bisa dishare di kolom komentar yaa.
Terima kasih.
Selamat menjalankan Ibadah puasa.
Wassalam.